Kamis, 11 Juli 2013

KARYA TULIS
POTENSI TUMBUHAN JALANTIR (Erigeron sumatrensis)
SEBAGAI PESTISIDA NABATI  HAMA ULAT DAUN (Plutella xylostella)
PADA TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea var. botrytis)


Diajukan Sebagai Bahan Pelaksanaan
Lomba Karya Inovatif Siswa SMK-PP Tahun 2013








DISUSUN OLEH :

Fitri Hayati (NRP. 20110060)

Lia Ariyani (NRP. 20110064)
                                                                                          
Neneng Siti Aminah (NRP. 20110066)




SMK PERTANIAN PEMBANGUNAN NEGERI LEMBANG
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Jl. Raya Tangkuban Perahu KM. 3 Cilumber- Lembang, Kab. Bandung Barat 40791
Telp. 022 2789348, Fax. 022 2786113, Website : www.smkgegerkalong.com
2013







BIODATA PENYUSUN


Nama                          : Fitri Hayati
Tempat, tanggal lahir    : Bandung, 13 Februari 1997
Nama Sekolah             : SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang
Kelas                           : XI Penyuluh Pertanian
Alamat                         : Jln. Gunung Putri Rt.02 Rw.19 Desa Jayagiri, Lembang
No. Telp                      : 08987125024




Nama                          : Lia Ariyani
Tempat, tanggal lahir    : Bandung, 12 Mei 1996
Nama Sekolah             : SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang
Kelas                           : XI Penyuluh Pertanian
Alamat                         : Kp. Pasir Luyu Pencut Rt.04 Rw.07 Desa Lembang, Lembang
No. Telp                      : 089656269958




Nama                           : Neneng Siti Aminah
Tempat, tanggal lahir     : Bandung, 21 Desember 1995
Nama Sekolah              : SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang
Kelas                            : XI Penyuluh Pertanian
Alamat                          : Kp. Cipariuk Rt.03 Rw.12 Desa Sukajaya, Lembang 
No. Telp                       : 085314869634
  












POTENSI TUMBUHAN JALANTIR (Erigeron sumatrensis)
SEBAGAI PESTISIDA NABATI  HAMA ULAT DAUN (Plutella xylostella)
PADA TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea var. botrytis)

Ulat daun (Plutella xylostella) merupakan hama yang banyak ditemukan pada beberapa tanaman sayuran, terutama tanaman kubis bunga (Brassica oleraceae var.botrytis). Hama ulat daun (Plutella xylostella) ini merusak tanaman dan dapat menjadi vektor penyakit. Pengendalian yang biasa dilakukan adalah menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida secara terus menerus dapat menyebabkan resistensi hama serta menyebabkan efek buruk terhadap lingkungan dan berdampak pada organisme bukan sasaran terutama musuh alami. Penggunaan pestisida alami atau nabati adalah salah satu solusi untuk mengendalikan hama sasaran, selain efektif juga aman terhadap musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tumbuhan Jalantir (Erigon sumatrensis) sebagai pestisida hama ulat daun (Plutella xylostella) pada tanaman kubis bunga (Brassica oleraceae var.botrytis). Menurut Kementrian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia (2001) dalam daun dan akar tumbuhan Jalantir (Erigon sumatrensis) mengandung senyawa saponin, disamping itu daunnya mengandung polifenol dan akarnya juga mengandung flavonoida serta kulit batangnya mengandung alkaloid, flavonoida dan polifenol. Senyawa saponin yang diencerkan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan hewan invertebrata seperti ulat daun. Flavonoida mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu, dan alkaloid dapat menyebabkan serangga mati (Ahmad Najib,2009). Hasil percobaan yang telah dilaksanakan di SMK PPN Lembang, pada bulan Februari - April 2013 dengan metode residu pada pakan atau celup pakan (Subyakto, 2005), menunjukan bahwa ekstrak Jalantir (Erigon sumatrensis) pekat dengan fermentasi dapat membuat ulat daun (Plutella xylostella) mati setelah  24 jam(1 hari).


Kata kunci:
·         Ulat
·         Pestisida Nabati
·         Saponin
·         Jalantir
·         Kubis Bunga




















POTENCY OF JALANTIR PLANTS (Erigeron sumatrensis)
AS LEAF CATERPILLARS (Plutella xylostella) PEST PESTICIDE
ON SPROUTS (Brassica oleracea var. Botrytis).


Leaf caterpillars (Plutella xylostella) is a pest that is found in some vegetables, especially cauliflower plants (Brassica oleraceae var.botrytis). Leaf caterpillar pests (Plutella xylostella) is damaging plants and can be a disease vector. Control is usually done using chemical pesticides. Continuous use of pesticides can lead to pest resistance and lead to adverse effects on the environment and impact on non-target organisms, especially natural enemies. The use of natural pesticides or plant is one solution for controlling target pests, safe as well as being effective against natural enemies. This study aims to determine the potency of plants Jalantir (Erigon sumatrensis) as pesticides leaf caterpillar pests (Plutella xylostella) on cabbage flower (Brassica oleraceae var.botrytis). According to the Ministry of Research and Technology of the Republic of Indonesia (2001) in the leaves and roots of plants Jalantir (Erigon sumatrensis) contain saponin compounds, in addition to the leaves contain polyphenols and flavonoids as well as the roots also contain bark contains alkaloids, flavonoids and polyphenols. Saponin compounds that are toxic to animals diluted cold-blooded invertebrates such as caterpillars and leaf. Flavonoids have a bitter taste to be able to resist a certain kind of worm, and alkaloids can cause dead insects (Ahmad Najib, 2009). Results of the experiments that have been conducted at SMK Pertanian Pembanggunan Negeri Lembang, in February-April 2013, with the residual method or feed bags (Subyakto, 2005), showed that the extract Jalantir (Erigon sumatrensis) acid by fermentation can make a caterpillar leaf (Plutella xylostella) dead after 24 hours (1 day).



Keywords:
•Caterpillars
•Botanical Insecticedes
•Saponins
•Jalantir
•Cabbage






















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
1.1.1        RUMUSAN MASALAH DAN URAIAN GAGASAN

Lembang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran tinggi di Jawa Barat, terutama untuk tanaman kubis-kubisan karena berdasarkan agroklimat, Lembang sesuai dengan syarat tumbuh penanamanya.
Salah satu upaya petani dalam meningkatkan produksi tanaman kubis-kubisan yakni dengan pengendalian hama dan penyakit. Hama yang sering ditemui petani adalah ulat daun (Plutella xylostella) yang mampu menyebabkan kerusakan berat dan dapat menurunkan produksi kubis-kubisan. Kondisi seperti ini tentunya merugikan petani sehingga banyak petani mengupayakan masalah ini dengan cara pintas menggunakan pestisida kimia yang harganya relatif mahal dan memiliki dampak negatif bagi lingkungan serta bagi manusia. Sehingga hal tersebut merupakan suatu dorongan untuk menciptakan suatu inovasi dalam pembuatan pestisida yang ramah lingkungan dan efektif terhadap sasaran yaitu pestisida nabati.
Tumbuhan Jalantir (Erigon sumatrensis) merupakan gulma yang kurang dimanfaatkan. Selain itu merupakan tumbuhan racun bagi kelinci yang bisa menyebabkan kematian (Davincirabbit,2012). Berdasarkan kajian ilmiah, dalam daun dan akar tumbuhan Jalantir (Erigon sumatrensis) mengandung senyawa saponin yang berpotensi keras bersifat racun, disamping itu daunnya mengandung polifenol dan akarnya juga mengandung flavonoida serta kulit batangnya mengandung alkaloid, flavonoida dan polifenol. Oleh sebab itu tumbuhan Jalantir (Erigon sumatrensis) berpotensi sebagai pestisida nabati.


1.1.2        IDENTIFIKASI MASALAH
Apakah ekstrak Jalantir (Erigon sumatrensis) dapat dijadikan pestisida nabati sebagai alternatif pengendalian hama ulat daun (Plutella xylostella)?

1.2         TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan yang ingin dicapai melalui inovasi ini yaitu dapat menghasilkan pestisida nabati (Pestisida botani) yang efektif terhadap sasaran hama Plutella xylostella dengan tidak menggangu lingkungan dan manusia, bahkan aman bagi musuh alami.

























BAB II
METODOLOGI
2.1  LANDASAN TEORI
Penggunaan  pestisida sintetik  merupakan metode umum  dalam  upaya pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman  pertanian. Kebanyakan pestisida sintetik memiliki  sifat non spesifik, yaitu tidak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organisme lain. Pestisida sintetik dianggap sebagai  bahan pengendali hama penyakit  yang  paling praktis, mudah diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya cepat  terlihat. Padahal  penggunaannya sering menimbulkan masalah seperti  pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan peliharaan dan dapat mengakibatkan  resistensi  serta  resurgensi bagi hama (M.Thamrin et al.,2005).
Klorantraniliprol sebagai bahan aktif insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama ulat daun Plutella xylostella yang merupakan insektisida racun lambung dan kontak yang bekerja dengan mengganggu syaraf lambung ulat (Pipit Wahyuni.,2012).
Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida alami dapat dijadikan pilihan paling tepat, murah dan lestari. Pestisida organik bersifat mudah terurai menjadi bahan tidak berbahaya dan juga dapat pula dipergunakan sebagai bahan pengusir atau repelen terhadap serangga hama tertentu, menjadikannya alternatif dalam pengenalian hama lestari yang ramah lingkungan (Octavia Dona.,et al, 2008).
Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyawa bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus


pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Menurut Grainge dan Ahmed (1988) lebih dari seribu tanaman berpotensi sebagai pengendali hama tanaman. Tanaman biofarmaka dan atsiri merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Umumnya termasuk kedalam famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae.
Menurut Lagare dan Hansel Erigon sumatrensis merupakan antibakteri dengan aktivitas yang kuat, dan ada beberapa senyawa yang menunjukkan anti jamur.

2.1.1 KUBIS BUNGA
Gambar 1. Kubis Bunga
Kingdom             : Plantae
Divisi                 :
Spermathophyta
Sub-divisi           : Angiospermae
Kelas                  : Angiospermae
Ordo                   : Cuvucurales
Famili                 :
Brassicaceae


Genus              : Brassica
Spesies            
: Brassica oleracea var. botrytis

Kubis bunga (Brassica oleracea var. botrytis) merupakan sayuran yang penting di daerah dataran tinggi dan beberapa daerah dataran rendah. Dari spesies ini, dikenal adanya dua sub-varietas, yatitu sub-varietas cauliflora DC (macam-macam jenis kubis bunga putih) dan sub-varietas cysoma Lamm (macam-macam jenis kubis bunga hijau atau brokoli).
Tanaman kubis bunga termasuk dalam golongan tanaman sayuran semusim atau berhari pendek. Warna bunga mulai dari putih bersih hingga putih kekuningan, sesuai varietasnya.

2.1.2 ULAT DAUN  (Plutella xylostella)




Gambar 2. Ulat daun (Plutella xylostella)
Kingdom             : Animalia
Filum                  : Arthropoda
Kelas                  : Insecta
Ordo                   : Lepidoptera
Famili                 : Yponomeutidae
Genus                 : Plutella
Spesies              
: Plutella xylostella L.

            Hama ulat daun Plutella xylostella ( Lepidoptera : Plutellidae ) merupakan salah satu jenis hama utama di tanaman kubis-kubisan (daur hidup ulat secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1 ). Adapun bagian tanaman yang diserang adalah daun, ulat memakan daging daun, sehingga hanya tersisa tulang-tulang daunnya dan bagian atas epidermis daunnya  saja. Hama ulat ini menyerang tanamanan pada segala tingkatan umur. Selain menyerang daun, ulat juga dapat menyerang titik tumbuh yang dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman. Serangan hama ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar yakni, mencapai 58% - 100% (Rahmat Rukmana, 1994). Maka dari itu pengendalian ulat daun ini perlu dilakukan untuk pencegahan dan menekan kerugian akibat serangan hama tersebut. Petani umumnya mengatasi gangguan hama ulat daun dengan menggunakan pestisida kimia sintetik, karena dirasa sangat efektif dan dirasakan cepat hasilnya, terutama pada areal yang luas. Dampak pestisida yang digunakan selain memberi  keuntungan ternyata menimbulkan dampak yang tidak diinginkan jika penggunaanya berlebihan atau tidak bijaksana.

2.1.3 JALANTIR (Erigeron sumatrensis Retz)



 


Gambar 3.(Erigeron sumatrensis Retz)


Kingdom                        : Plantae
Divisi                 : Spermatophyta
Sub-divisi           : Magnoliophyta
Kelas                  :
Magnoliopsida
Sub-kelas           : Asteridae
Ordo                   : Asterales
Famili                 : Asteracea
e
Genus                 :
Erigeron
Spesies               : Erigeron sumatrensis Retz
Tumbuhan Jalantir merupakan gulma yang banyak ditemui di lahan. Dalam luasan 2.5 m² terdapat rata-rata 30% jalantir ( data lengkap terdapat dalam lampiran 2, 3, dan 4). Tumbuhan jalantir merupakan salah satu jenis tanaman yang tidak boleh diberikan kepada ternak kelinci karena mengandung racun, berupa zat saponin. Kandungan zat saponin ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati.
      
Gambar 4. Populasi Jalantir (Erigeron sumatrensis Retz)
Tumbuhan ini memiliki daun bergerigi, berlekuk menyirip dengan ujung runcing dan tingginya mencapai 10-200 cm. Bunga jalantir bersifat heterogamus yang berwarna putih kekuning-kuningan. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun dengan sinar matahari langsung hingga di tempat teduh,kering atau basah, mampu hidup pada ketinggian sampai dengan 3150 mdpl. Perkembangan dan perbanyakan dengan biji.


Bagian dari tumbuhan jalantir pun merupakan obat herbal bagi manusia seperti, daun berkhasiat untuk obat sakit kepala (pusing), akar berkhasiat sebagai obat nyeri pegal linu dan secara tidak langsung dapat menetralkan tekanan darah (Biojana super,.2000).

2.2 HIPOTESA
Senyawa saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan hewan invertebrata seperti ulat daun jika zat saponin diencerkan dengan air. Oleh sebab itu, tumbuhan Jalantir (Erigeron sumatrensis Retz)  yang memiliki kandungan saponin berpotensi sebagai pestisida nabati untuk ulat daun (Plutella xylostella). 

2.3 TAHAP  PELAKSANAAN
2.3.1 TEMPAT DAN WAKTU
      Percobaan dilaksanakan di Sekolah Menegah Kejuruan Pertanian Pembangunan Negeri Lembang. Percobaan dimulai dari Februari 2013 sampai dengan April 2013.

2.3.1 ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan yaitu :
·           Timbangan
·           Alat penumbuk atau belender
·           Baskom
·           Saringan
·           Batang pengaduk
·           Pinset
·           Gelas ukur
·           Petridis 14 pasang
·           Spatula




Bahan yang di perlukan yakni :
  •  Daun Jalantir 500 gr
  • Daun kubis bunga muda Varietas Lucky Boy dengan umur 1 bulan sebanya 14  helai (ukuran yang sama)
  •   Air 1 Ltr
  • Ulat Plutella xylostella 100 ekor


2.3.2    TAHAPAN PENELITIAN
1.  TAHAP PEMBUATAN EKSTRAK JALANTIR
Tahap pembuatan ekstrak Jalantir bertujuan  untuk memisahkan kandungannya dari daun, batang dan akar Jalantir. Berikut tahapan-tahapanya :
a.              Jalantir di bersihkan dari tanah dan kotoran lain yang masih menempel.
b.              Jalantir kemudian ditimbang sebanyak 500 gr.
c.              Jalantir ditumbuk hingga halus.
d.              Setelah halus, Jalantir diperat hingga keluar ekstraknya.
e.               Jika Jalantir dirasa masih ada ekstraknya dapat ditumbuk lagi kemudian
           diperat kembali.
f.               Langkah kelima (e) dapat dilakukan berulang-ulang hingga ekstranya
habis.
g.              Simpan selama 24 jam ekstrak Jalantir untuk difermentasi.

2.  TAHAP UJI COBA EKSTRAK  JALANTIR TERHADAP HAMA ULAT DAUN  (Plutella xylostella L).
Tahap ini bertujuan agar mengetahui larutan efektif  yang dapat membunuh ulat daun.Uji coba dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.              Pisahkan ekstrak Jalantir kedalam 12 gelas ukur.
b.              Gelas ukur I 50 ml ekstrak Jalantir pekat yang telah difermentasi tanpa
campuran air.
c.              Gelas ukur II 40 ml ekstrak Jalantir  yang telah difermentasi ditambah 10
ml air.
d.              Gelas ukur III 30 ml ekstrak Jalantir yang telah difermentasi ditambah 20
ml air.
e.              Gelas ukur IV 20 ml ekstrak Jalantir yang telah difermentasi  ditambah
30 ml air.  
f.               Gelas ukur V 10 ml ekstrak jalantir yang telah difermentasi ditambah 40
ml air.
g.              Gelas ukur VI 25 ml ekstrak jalantir yang telah difermentasi ditambah 25
ml air.
h.              Gelas ukur VII 50 ml ekstrak Jalantir pekat tanpa difermentasi tanpa
Campuran air.
i.                Gelas ukur VIII 40 ml ekstrak Jalantir  tanpa difermentasi ditambah 10
ml air.
j.                Gelas ukur IX 30 ml ekstrak Jalantir tanpa difermentasi ditambah 20 ml
air.
k.              Gelas ukur X 20 ml ekstrak Jalantir tanpa difermentasi  ditambah 30 ml
air.  
l.                Gelas ukur XI 10 ml ekstrak jalantir tanpa difermentasi ditambah 40 ml
air.

m.            Gelas ukur XII 25 ml ekstrak jalantir tanpa difermentasi ditambah 25 ml
air.
n.              Celupkan semua daun kubis bunga kedalam masing – masing gelas ukur
dengan perlakuan berbeda selama 10 menit.
o.              Kering anginkan daun yang telah dicelupkan.
p.              Daun kubis bunga tanpa pestisida disimpan pada petridis A.
q.              Daun kubis bunga dengan pestisida disimpan pada petridis B.
r.               Daun kubis bunga yang telah mendapat perlakuan disimpan pada masing-
Masing petridis secara berurut.
s.               Simpan 5 ekor ulat Plutella pada masing - masing petridis dan amati
setiap 12 jam.

3.  TAHAP PENGAMATAN DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA EKSTRAK               JALANTIR.
            Tahap pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah ulat yang mati serta melihat keadaan daun. Pengamatan dilaksanakan selama 7 hari.

4.        DAMPAK EKSTRAK JALANTIR
Berdasarkan hasil pengamatan, ekstrak Jalantir tidak mempunyai dampak negatif terhadap daun kubis bunga.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pengujian ekstrak Jalantir digunakan metode residu pada pakan atau celup pakan (Subyakto, 2005).
HASIL PERCOBAAN
Tabel 1. Kontrol
No
Petridis
Hari ke-
Jumlah
Mortalitas
Total berat yang dimakan (gr)
1
2
3
4
5
6
1
A (Tanpa perlakuan insektisida)
H
H
H
H
H
H
0
0,7859
2
B (Menggunakan insektisida kimia)
M
M
M
M
M
M
5
0,0306

              Tabel 2.  Perlakuan Ekstrak Jalantir Dengan Fermentasi
No
Petridis
Hari ke-
Jumlah
Mortalitas
Total berat yang dimakan (gr)
1
2
3
4
5
6
1
C (Ekstrak fermentasi jalantir pekat 50 ml)
H
H
M
M
M
M
5
0,8837
2
D (Larutan 40 ml ekstrak fermentasi jalantir dan 10 ml air)
H
H
H
H
H
M
5
0,6853
3
E (Larutan 30 ml ekstrak fermentasi jalantir dan 20 ml air)
H
H
H
H
M
M
5
0,5222
4
F (Larutan 20 ml ekstrak fermentasi jalantir dan 30 ml air)
H
H
H
M
M
M
5
0,8576
No
Petridis
Hari ke-
Jumlah
Mortalitas
Total berat yang dimakan (gr)
1
2
3
4
5
6
5
G (Larutan 10 ml ekstrak fermentasi jalantir dan 40 ml air)
M
M
M
M
M
M
5
1,1472
6
H (Larutan 25 ml ekstrak fermentasi jalantir dan 25 ml air)
H
H
H
H
M
M
5
0,4169

              Tabel 3. Ekstrak Jalantir Tanpa Fermentasi

No
Petridis
Hari ke-
Jumlah
Mortalitas
Total berat yang dimakan (gr)
1
2
3
4
5
6
1
I (Larutan 50 ml ekstrak jalantir pekat )
H
H
H
H
M
M
5
0,6362
2
J (Larutan 40 ml ekstrak jalantir dan 10 ml air)
H
H
H
H
H
M
5
0,6274
3
K (Larutan 30 ml ekstrak jalantir dan 20 ml air)
H
H
H
H
H
M
5
0,5893
4
L (Larutan 20 ml ekstrak jalantir dan 30 ml air)
H
H
H
H
M
M
5
0,7016
5
M (Larutan 10 ml ekstrak jalantir dan 40 ml air)
H
H
H
H
M
M
5
0,5590
6
N (Larutan 25 ml ekstrak jalantir dan 25 ml air)
H
H
H
H
H
M
5
0,6142
Keterangan  lengkap terdapat pada lampiran…
 

Grafik Mortalitas Ulat

 
1.                  PEMBAHASAN
a.    Pada  petridis A terlihat semua ulat dapat bertahan hidup hingga 7  hari dengan keadaan ulat menjadi kepompong dan empat lainnya menjadi ngengat, karena daun pada petridis A tidak mendapat perlakuan insektisida apapun.




b.Ulat pada petridis B mati pada hari pertama, karena terdapat bahan aktif Klorantraniliprol dari insektisida sintetik yang 
digunakan dengan dosis anjuran 1 ml per liter. Bahan aktif tersebut merupakan racun sistemik, sehingga ulat yang memakan sedikit daun langsung mati.



c.    Ulat pada petridis C mati pada hari pertama dengan perlakuan daun yang diberi ekstrak jalantir pekat yang telah difermentasikan, karena  jumlah daun yang dimakan paling banyak yaitu 0,8837 gr mengakibatkan kematian ulat lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan pada petridis lain. Hal ini disebabkan zat aktif saponin bersifat racun perut atau sistemik (Jurnal Unimus) yang bereaksi lebih cepat karena banyaknya jumlah daun yang dimakan.
              

d.    Pada petridis D ulat mati pada hari ke 6. Hal ini di sebabkan jumlah daun yang dimakan adalah 0,6853 gr lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan pada petridis C, sementara konsentrasinya cukup pekat sehingga zat saponin bereaksi kurang aktif.


        
 e.  Petridis E ulat mati pada hari ke 5 dengan jumlah daun yang dimakan adalah 0,5222 gr. Jumlah yang dimakan cukup sedikit tetapi zat saponin lebih aktif reaksinya karena jumlah air lebih banyak dari perlakuan sebelumnya (Petridis C dan D).


                            
f.     Ulat pada petridis F mati pada hari ke 4. Jumlah daun yang dimakan cukup banyak yaitu 0.8576 gr  dengan zat saponin lebih aktif karena larutan yang cukup cair.





g.    Pada petridis G, ulat mati pada hari pertama karena jumlah daun yang dimakan adalah jumlah terbanyak yaitu 1,1472 gr dengan perlakuan paling cair dibandingkan perlakuan lain sehingga zat saponin bereaksi lebih aktif.
             
h.  Ulat yang terdapat pada petridis H mati pada hari ke 5 dengan jumlah daun yang dimakan sedikit yaitu 0,4169 gr. Hal tersebut terjadi karena zat saponin lebih aktif dengan larutan yang cukup cair.

                                          
         
i. Pada petridis I, ulat mati pada hari ke 5. Jumlah daun yang dimakan yaitu 0,6362 gr, dengan perlakuan sangat pekat sehingga zat saponin kurang aktif.

                            

j.  Ulat yang terdapat pada petridis J mati pada hari ke 6, dengan jumlah daun yang dimanakan yaitu 0.6274 gr. Zat saponin kurang aktif bereaksi karena larutan cukup pekat.
                                  
k. Pada petridis K ulat mati pada hari ke 6, dengan jumlah daun yang dimakan 0.5893 gr. Perlakuan pada petridis ini larutan Jalantir cukup pekat, sehingga zat saponin kurang aktif.
                                      

l. Ulat pada petridis L mati pada hari ke 5, dengan  jumlah daun yang dimakan 0.7016 gr. Zat saponin aktif karena larutan cukup cair.







m. Pada petridis M ulat mati pada hari ke 5,dengan jumlah daun yang dimakan 0.5590 gr. Perlakuan pada petridis ini larutan Jlantir cukup
cair, sehingga zat saponin aktif bereaksi.
                                  

n. Ulat pada petridis N mati pada hari ke 5, dengan jumlah daun yang dimakan 0.6142 gr. Zat saponin aktif karena larutan cukup cair.
                                  

3.2. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan, perbandingan perlakuan larutan jalantir yang paling efektif adalah petridis C (Ekstrak fermentasi jalantir pekat 50 ml) karena daun yang dimakan lebih sedikit dibandingkan perlakuan pada petridis G, dan petridis G (Larutan 10 ml ekstrak fermentasi jalantir dan 40 ml air) lebih efektif dalam hal larutan yang lebih cair.

Ekstrak jalantir berpotensi dijadikan sebagai alternatif  pestisida nabati. Cara kerja ekstrak Jalantir yang dicampurkan dengan air dalam jumlah tertentu akan menghasilkan zat saponin yang lebih aktif, hal ini menyebabkan sifat racun saponin bekerja pada daun sehingga ulat kehilangan nafsu makan. Hal ini disebabkan zat saponin mempunyai rasa pahit sehingga menghilangkan nafsu makan ulat.

3.3. SARAN
1.      Penelitian pestisida Jalantir ini merupakan penelitian kali pertama yang dilaksanakan, oleh sebab itu masih kurangnya referensi serta banyak kekurangan lainnya yang harus diperbaiki.
2.       Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek langsung aplikasi di lapangan.
3.      Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan  konsentrasi paling optimal dalam pengaplikasiannya.






DAFTAR PUSTAKA
Hansel CG, Lagare VB. (2005). Antimicrobial Screening of Maranoo Medicinal Plants. Retrieved June 27, 2009. From http : //www.msumaidu.ph/pdf/_2005.pdf.
http://davincirabbit.wordpress.com/2012/05/23/prinsip-hijauan-rumput-untuk-kelinci/
Ir. Cahyono Bambang, 2001. Kubis Bunga dan Broccoli. Kanisius, Yogyakarta.
Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc.,2012. Formulasi Produk Pestisida.Nabati Bahan Aktif Saponin.Azadirachtin, Eugenol dan Sitronela untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao. Balittro,Bogor.
Rinsema,W.J.,1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhratara, Jakarta.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar